"Bahagia rasanya, walau sudah mencuri uang negara tapi masih dibiayai negara. Senang rasanya meski sudah dijatuhi hukuman bersalah karena korupsi, akan tetapi masih bisa santai menikmati gaji. Tenang rasanya walau sudah dihukum bersalah karena korupsi, tetapi masih belum dipecat padahal sudah ada aturan yang mengikat."
Pernyataan itu bukanlah pujian terima kasih, melainkan kritikan karena kami risih mengetahui berita Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi, namun masih bisa menikmati gaji lantaran belum dipecat.
Saya masih ingat betul pada awal Februari lalu data Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan ada 1.400-an lebih PNS koruptor yang belum dipecat. Hingga saat ini proses pemecatan PNS pun tidak jelas.
Belakangan saya mengetahui kembali dari media online CNN, bahwa ada 1.879 PNS yang sampai berita itu dilansir belum juga dipecat. Permasalahan tersebut terang saja berpotensi menimbulkan kerugian negara yang cukup besar. Jika persoalan PNS koruptor dibiarkan berlarut, maka negara sama saja akan terus mengahamburkan uangnya dengan percuma untuk para pencuri uang negara atau koruptor!
(Baca ; https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190131162417-20-365469/bkn-1879-pns-koruptor-belum-dipecat-ppk-terancam-sanksi )
Saya yakin, kalian semua tentu tidak mau uang pajak yang kita bayarkan malah digunakan untuk menggaji koruptor. Lebih baik untuk para abdi negara yang masih mau kerja, diberikan kepada para pegawai honorer, atau untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik lainnya seperti pendidikan dan kesehatan.
Pemecatan PNS yang telah divonis bersalah karena melakukan korupsi itu sudah diatur sesuai Undang-Undang (UU). Pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 250 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negari Sipil menyatakan bahwa PNS diberhentikan tidak hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.
Oleh karena itu urgensi ketegasan pemerintah sudah sangat dibutuhkan untuk segera #PecatPNSKoruptor. Jangan sampai #KoruptorKokDigaji berlanjut hingga waktu yang kita tidak tahu sampai kapan. Sebab, apabila PNS koruptor tetap digaji sedangkan yang bersangkutan meringkuk di tahanan, maka yang terjadi adalah birokrasi terhambat, pelayanan publik tidak berjalan, dan kepentingan publik terabaikan akibat korupsi yang dibiarkan. Bahkan dampak yang lebih besar berpotensi membuat negara merugi setiap bulannya
Sehingga melalui petisi ini saya ingin mengajak kamu semua, untuk bersama mendukung dan mendesak pemerintah untuk segera memecat para PNS yang telah divonis bersalah karena korupsi. Selain itu kita juga bersepakat dan bersama mendesak :
1. Presiden RI Joko Widodo sebagai pembina PNS tertinggi memerintahkan PPK, dalam hal ini menteri dan kepala daerah untuk segera melakukan proses pemecatan terhadap PNS yang telah divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi.
2. PPK, dalam hal ini menteri dan kepala daerah, segera melakukan pemecatan terhadap PNS yang telah divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi.
3. Mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan/atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan terhadap potensi kerugian negara terkait pemberian gaji PNS koruptor.
4. Mendesak Kementerian Keuangan RI untuk menghentikan semua pembayaran gaji dan tunjangan kepada PNS yang sudah berstatus terpidana korupsi untuk menghindari kerugian negara lebih besar.
(sumber : Rilis ICW, http://icw.or.id/R7A )
Kejahatan korupsi terjadi bukan hanya karena bertambah koruptor, melainkan juga karena diamnya orang-orang baik. Keterlibatan kamu sungguh sangat berarti, jangan biarkan negeri ini terus rusak karena korupsi. Bantu saya untuk mengajak sanak kerabat kamu untuk berpartisipasi menandatangani petisi ini.
Salam Antikorupsi !
Pegiat Antikorupsi, Komunitas SAKTI Indonesia Corruption Watch (ICW)