Stop Aksi Influencer Pelihara Satwa Liar!

Stop Aksi Influencer Pelihara Satwa Liar!

5.174 telah menandatangani. Mari kita ke 7.500.
Dengan 7.500 tanda tangan, petisi ini akan lebih mungkin direspon oleh pembuat keputusan!
Raja Sultan Syah memulai petisi ini

Organisasi konservasi independen terbesar di dunia, World Wildlife Fund for Natur (WWF) menyebutkan bahwa angka populasi satwa liar merosot cukup tajam dalam kurun waktu 46 tahun terakhir dari tahun 1970 hingga 2016. WWF menyebutkan bahwa dalam kurun waktu tersebut populasi satwa liar turun hingga 68%. Merosotnya populasi satwa liar utamanya disebabkan oleh hilangnya habitat satwa akibat penebangan hutan dan maraknya perburuan satwa untuk diperdagangkan.

Dilansir dari laman Kemendikbud, Prof Ronny Rachman Noor Guru Besar Fakultas Peternakan IPB menyebutkan bahwa Indonesia berada di pusaran perdagangan satwa liar dunia. Indonesia tercatat sebagai salah satu eksportir produk satwa liar terbesar dunia bersama dengan Jamaika, Honduras, Amerika, Perancis, dan Italia. Prof Ronny juga mengungkapkan, perdagangan satwa liar menjadi penyebab utama kelangkaan dan kepunahan satwa. Maraknya kasus perdagangan satwa liar tersebut terjadi karena tingginya permintaan (demand) atas satwa liar baik untuk dipelihara ataupun untuk dijadikan pajangan.  

Di tengah merosotnya populasi satwa liar di alam lepas, publik akhir-akhir ini dihadapkan pada polemik influencer yang memelihara satwa liar dengan dalih konservasi. Aksi publik figur tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Kelompok kontra atas aksi tersebut utamanya datang dari para ahli hewan dan para penggiat perlindungan satwa, sedangkan kelompok pro utamanya merupakan para penggemar konten-konten publik figur tersebut. Atas polemik tersebut publik seharusnya berada pada sisi di mana fakta dan data dijabarkan dengan jelas dan disampaikan oleh pakar/ahli pada bidangnya sehingga informasi yang disampaikan lebih kredibel untuk dijadikan pijakan.

Satwa liar sendiri menurut UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem merupakan semua binatang yang hidup di darat, air, dan udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara manusia. Secara hukum memelihara satwa liar sebenarnya dilegalkan asalkan mengantongi izin dan dapat memenuhi kesejahteraan satwa. Kesejahteraan yang dimaksud adalah satwa harus bebas dari rasa lapar/haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, dan bebas mengekspresikan perilaku alamiahnya.

Selain itu, untuk dapat memelihara satwa liar, satwa harus berasal dari penangkaran legal bukan langsung dari alam, dan satwa yang dipelihara merupakan keturunan generasi kedua. Namun sayangnya, banyak satwa didapatkan secara ilegal misalkan dengan cara dijerat, ditembak, atau direbut dari induknya. Ketika dipelihara pun sering kali dikandangkan di kandang kecil, dikasih pakan yang tidak sesuai, dirantai, dan dipaksa berperilaku tidak sesuai alamiahnya yang menyebabkan satwa stres dan sakit. Ini tentunya jauh dari kesejahteraan hewan yang ideal sebagaimana dijelaskan drh. Purba dalam Line Today.

Lalu apa hubungannya dengan aksi para influencer yang memelihara satwa liar?. Kebanyakan satwa liar yang dipelihara oleh para influencer dijadikan ‘talent’ dalam konten-konten mereka. Banyak pihak yang menyebutkan bahwa aksi tersebut tergolong pada aksi eksploitasi hewan untuk mendatangkan cuan bagi pemiliknya. 

Aktivitas pembuatan konten bersama satwa liar juga dapat mengganggu kenyamanan satwa dan tidak memberikan kebebasan bagi satwa untuk mengekspresikan perilaku alamiahnya dengan memaksa satwa melakukan hal-hal guna meng-entertain penonton semata-mata untuk menarik viewers.

Selain itu, konten-konten influencer yang bercengkrama dengan satwa liar layaknya peliharaan seperti kucing justru membentuk persepsi publik bahwa satwa liar kini dapat diperlakukan layaknya hewan peliharaan biasa sehingga memotivasi masyarakat untuk juga memelihara satwa liar. Hal tersebut menimbulkan multiplier effect dalam siklus perdagangan satwa ilegal dengan meningkatnya permintaan satwa akibat pengaruh yang diberikan oleh para influencer.  

Kembali pada penjelasan Prof Ronny Rachman Noor dan WWF, perdagangan satwa liar menjadi salah satu penyebab utama turunnya populasi satwa liar di alam lepas. Konten-konten influencer yang ada justru malah semakin memotivasi publik untuk memelihara satwa liar. Terbukti dari komentar-komentar masyarakat yang menyebutkan ingin juga memelihara satwa liar ataupun semakin maraknya publik figur lain yang ikut-ikutan memelihara satwa liar dan semakin maraknya konten-konten masyarakat yang memamerkan peliharaan satwa liar nya di media sosial.

Maka dari itu, kami kelompok G1 – Team 1 Latsar CPNS Bappenas dan BPKP Batch 2 Tahun 2022 menginisiasi petisi untuk  mengajak masyarakat menyuarakan aksi stop aksi influencer pelihara satwa liar untuk menghindari eksploitasi satwa dan side effect yang ditimbulkan oleh konten-konten yang dibuat influencer. Alih-alih memelihara satwa liar, sebaiknya kita lebih mendukung pelestarian alam supaya tidak rusak, merestorasi alam, dan merehabilitasi satwa liar agar bisa dilepasliarkan ke alam kembali.

 

5.174 telah menandatangani. Mari kita ke 7.500.
Dengan 7.500 tanda tangan, petisi ini akan lebih mungkin direspon oleh pembuat keputusan!