Tendik PTNbh RESAH sudah 4 Tahun Lebih tidak dapat TUKIN dan Karirnya mentok

Tendik PTNbh RESAH sudah 4 Tahun Lebih tidak dapat TUKIN dan Karirnya mentok
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dengan segala kerendahan hati dan berat hati, kami menyampaikan PETISI untuk memperoleh hak Tunjangan Kinerja dan hak Pengembangan Karier PNS Tenaga Kependidikan di PTNbh sebagai berikut.
A. Masalahnya:
Bahwa seiring dengan perubahan status dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi Perguruan Tinggi Negeri badan hukum (PTNbh) berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pada tingkat kebijakan implementasi secara nasional dari undang-undang tersebut, teridentifikasi dua masalah pokok yang berpotensi terabaikannya Hak Asasi Manusia (HAM) diPTNbh, yaitu:
1. Adanya pengecualian atas hakuntuk memperolehTunjangan Kinerja bagiPNS di PTNbh, sehingga menimbulkan konflik dan ketidakpastian hukum.
Berdasarkan peraturan dan kebijakan bagi masing-masing PTNbh terindikasi adanya disparitas hukum, yaitu dalam memberlakukan kasus yang sama, tetapi menerapkan peraturan yang berbeda. Dalam kasus ini adalah masalah Tunjangan Kinerja yang telah diatur dalam bentuk Undang-Undang tetapi diterapkan dalam peraturan implementasi yang berbeda dan bersifat diskriminatif. Hal ini tidak sejalan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yaitu “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...”.
Di samping itu, tidak sejalan dengan ketentuan yang secara normatif mengikat, yaitu dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945, bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahanitu dengan tidak ada kecualinya”.
Di samping itu pula, tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945. Ayat (1) bahwa ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.Ayat (2) bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Berdasarkanketentuan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia(UU HAM), ketentuan Pasal 89 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), dan ketentuan Pasal 79 dan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), norma-norma hukum tersebut secara implisit dan/atau eksplisit melindungi PNS.Di dalam norma ini jelas dan tegas disebutkan, bahwa gaji PNS di PTNbh (dan faktanya) dibebankan pada APBN. Berdasarkan norma ini jelas dan tegas pula disebutkan, bahwa PNS di PTNbh sejatinya memperolehTunjangan Kinerja dari Pemerintah yang dibebankan pada APBN.
Oleh karena itu, maka peraturan perundang-undangan yang berisi Pengecualian atas Pemberian Tunjangan Kinerja bagi PNSdi PTNbh (sesuai kronologis/waktu) yaitu:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk Dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;
b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikandan Kebudayaan;dan
c. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 107 Tahun 2013 tentangTunjangan Kinerja Bagi Pegawaidi Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan;
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk Dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Dan Pemberian Bantuan Pertanggungjawaban Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;
f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2015tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi;
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi; dan
h. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 31 Tahun 2016 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Semua peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf h di atas diduga bertentangan dengan asas-asas hukum dan/atau asas-asas pembuatan peraturan perundangan. Hal ini tentunya menjadi bertolak belakang dengan 8 (delapan) Area Perubahan Reformasi Birokrasi yang salah satunya adalah penataan peraturan perundang-undangan. Di sini terlihat adanya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, disharmonis, hingga bisa menimbulkan interpretasi yang berbeda yang pada gilirannya merugikan para pegawai PNS di PTNbh.
2. Belum adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum atas hak pengembangan karier dan hak promosi bagi PNS Tenaga Kependidikan, khususnya bagi yang menduduki jabatan struktural di PTNbh.
Hak Atas Pengembangan karier ini telah diamanatkan oleh UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat (1), bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 28 D ayat (3) ”Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Berdasarkan UU ASN, bahwa untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun pola karier PNS yang terintegrasi secara nasional. Bahwa setiap Instansi Pemerintah menyusun pola karier PNS secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional (lihat Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2). Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi (lihat Pasal 72 ayat (2).
Atas ketentuan sebagaimana disebutkan di atas, faktanya bahwa pengembangan dan/atau pola karier serta promosi PNS di PTNbh menjadi terhambat. Bahkan dalam kasus riil, seorang Tenaga Kependidikan (untuk menjaga etika sebut saja Pak Badu --bukan nama sebenarnya,) menjabat Kepala Biro/Eselon II (sekarang disebut jabatan pimpinan tinggi pratama) dan sudah lebih dari lima tahun mempunyai pangkat Pembina Tingkat I - golongan/ruang IV/b sampai dengan pensiun ybs tidak lagi memperoleh hak kenaikan pangkat sebagaimana aturan yang berlaku di PTN biasa bagi pemangku jabatan Kepala Biro/Eselon II. Pada PTN biasa seorang Kepala Biro/Eselon II bisa memperoleh/menduduki pangkat terakhir sebagai Pembina Utama Madya - golongan/ruang IV/d (sekarang disebut jabatan pimpinan tinggi madya), dan pada saat pensiun ybs memperoleh kenaikan pangkat tertinggi sebagai kenaikan pangkat pengabdian yaitu Pembina Utama - golongan/ruang IV/e (sekarang disebut jabatan pimpinan tinggi utama), yang pada gilirannya berdampak pada besaran pemerolehan hak pensiun).
Pada kasus di atas, Pak Badu hanya memperoleh pangkat pengabdian yaitu Pembina Utama Muda- golongan/ruang IV/c (sekarang disebut jabatan pimpinan tinggi pratama), sebab jabatan struktural Kepala Biro/Eselon II di PTNbh tidak divalidasi oleh Kemenpan-RB dan tidak berdampak pada kenaikan pangkat ybs.
3. Pengaduan Sekber Tendik PTNbh kepada Bapak Presiden Republik Indonesia
Surat Pengaduan Sekber Tendik PTNbh kepada Bapak Presiden Republik Indonesia sudah disampaikan ke-5 (lima) kalinya. Namun, belum ada langkah-langkah penyelesaian yang signifikan dan konkret.
B. Usulan/Pemecahan Masalah:
1. Dalam aspek kebijakan:
Bapak Presiden kiranya dapat mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan konkret untuk pembayaran Tunjangan Kinerja bagi PNS di PTNbh yang sudah sejak September 2014 sampai dengan saat ini belum dibayar, sehingga menjadi piutang atau tagihan warga Negara terhadap Negara melalui Pemerintah yang secara hukum (hak atas Tunjangan Kinerja itu) merupakan hak kebendaan yang bersifat mewaris. Demikian juga untuk pengembangan karier PNS di PTNbh perlu ada kebijakan dari Pemerintah Pusat sehingga mengakomodasi kepentingan PNS yaitu penyetaraan nomenklatur jabatan pada SOTK PTNbh.
2. Dalam aspek Hukum:
Bapak Presiden kiranya dapat mempertimbangkan dan melakukan konkretisasi pembentukan peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang, untuk menjadi dasar hukum penetapan peraturan presiden, dan peraturan menteri terkait yang berisi penegasan tentang pola pembayaran Tunjangan Kinerja bagi PNS di PTNbh, dan penegasan tentang status PNS di PTNbh sebagai PNS Pusat yang ditempatkan di PTNbh dan berada di bawah Kementeriaan Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
3. Dalam aspek Sosio-Politik:
Bahwa Pegawai ASN berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa (lihat Pasal 10 huruf c UU ASN). Di samping itu, bahwa Pegawai ASN bertugas mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (lihat Pasal 11 huruf c UU ASN).
Dalam rangka upaya sebagai perekat dan pemersatu bangsa, Bapak Presiden kiranya berkenan untuk segera mengeluarkan kebijakan dan langkah-langkah konkret dalam penyelesaiannya, sebab masalah Tunjangan Kinerja dan/atau masalah Pengembangan Karier PNS di PTNbh adalah menyangkut hak (baca: hak asasi manusia) bagi ribuan PNS yang tersebar di beberapa PTNbh yang sebagian besar dari mereka memiliki isteri/suami, dan/atau anak yang secara keperdataan, hak-hak yang melekat pada PNS melekat pula pada isteri/suami, dan/atau anaknya.
Kami berharap, bahwa dengan adanya pernyataan dan/atau keputusan kebijakan dari Pemerintah akan lahir kebijakan operasional yang akan merealisasikan harapan PNS Tenaga Kependidikan di PTNbh dengan adil.
Kami berharap juga, atas upaya ini mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, khususnya para PNS Tenaga Kependidikan di PTNbh.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sekretariat Bersama Tenaga Kependidikan PTN badan hukum,
Ketua : Endang (dari UPI, Bandung) ; Sekretaris : Astridina (dari IPB, Bogor)