Tuntaskan Kasus Pembunuhan Jurnalis di Indonesia

Tuntaskan Kasus Pembunuhan Jurnalis di Indonesia
Alasan pentingnya petisi ini

Kepada Yth
Bapak Presiden Republik Indonesia
di
Jakarta
SEJAK 1996, sudah 13 jurnalis di Indonesia yang terbunuh karena pekerjaannya sebagai pewarta. Dari 13 kasus, sembilan diantaranya hingga kini masih masuk kategori “dark number”.
Kenapa "Dark Number" karena sembilan pembunuhan jurnalis tersebut belum terungkap secara faktual. Para pelakunya belum diadili dan atau diadili, tapi pelakunya dianggap samar alias tidak jelas.
Salah satu kasus yang paling mutakhir adalah pembunuhan jurnalis wartawan harian Metro Manado, Aryono Linggotu (26), November 2012 silam. Kasus Ryo sendiri sudah selesai. namun kuat dugaan, pelaku yang divonis bersalah, bukanlah pelaku utamanya.
Kasus Ryo sendiri rada-rada mirip dengan peristiwa pembunuhan jurnalis Ridwan Salamun, jurnalis SunTV yang dibunuh sekelompok orang saat meliput bentrokan warga di Desa Fiditan, Kecamatan Dullah Utara, Tual, Maluku pada 21 Agustus 2010 lalu. Pelaku pembunuhan adalah sekelompok pemuda yang terlibat bentrokan. Polisi sempat menangkap 13 pelaku, namun akhirnya menetapkan tiga tersangka yang diadili.
Ketiga terdakwa kasus pembunuhan Ridwan Salamun yang diadili adalah Hasan Tamange, Ibrahim Raharusun, dan Sahar Renuat. Namun anehnya pada vonis 9 Maret 2011, Pengadilan Negeri Tual menetapkan ketiga terdakwa tersebut tidak terbukti melakukan penganiayaan dan akhirnya divonis bebas murni. Untungnya, pada saat kasasi, Mahkamah Agung menghukum para pelaku dengan vonis empat tahun penjara pada 2 Januari 2012 lalu.
Selain kasus Ryo yang misterius, setidaknya ada delapan kasus pembunuhan jurnalis lain yang kasusnya tak terselesaikan, hingga saat ini.
Berikut ini 9 kasus pembunuhan para pewarta di Indonesia, yang menjadi "Dark Numbet"
1. Kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996)
2. Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997)
3. Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999)
4. Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003)
5. Ersa Siregar, jurnalis RCTI di Nangroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003)
6. Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006)
7. Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan tewas pada 29 Juli 2010)
8. Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).
9.Aryono Linggotu (jurnalid Harian Metro Manado, ditemukan tewas pada 26 November 2012.
Bagi demokrasi, satu kematian jurnalis, adalah kehilangan jutaan nyawa dan makna.
Memanfaatkan momentum World Press Freedom Day 2020 di tengah pandemic covid-19: kita menundukkan kepala sejenak dan mengenang mereka.Sekaligus dengan hormat, meminta kepada Presiden Republik Indonesia agar menggunakan otoritas yang dimilikinya untuk membantu kami, para keluarga, komunitas pers dan pegiat HAM agar mengusut dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang menimpa para jurnalis di Indonesia.
Mereka yang telah menjadi korban dan dibiarkan kasusnya berlarut-larut, berhak diperjuangkan. Kita berharap negara bertanggunjawab dan menuntaskan-kasus pembunuhan jurnalis yang tak terungkap hingga hari ini.
Makassar, 03.05.2020
Salam Kemerdekaan Pers
Upi Asmaradhana