SELAMATKAN TANAH ANAK NEGERI KITA DARI POLITIK OLIGARKI

SELAMATKAN TANAH ANAK NEGERI KITA DARI POLITIK OLIGARKI

MERDEKA AGRARIA, MERDEKA INDONESIA
Konflik agraria yang terjadi selama lima tahun terakhir, menyebabkan berbagai ketimpangan dan ketidakadilan di seluruh tanah air. Penguasaan tanah oleh segelintir elit oligarki semakin menunjukkan ketimpangan yang memperdalam jurang kaya-miskin yang ujung-ujungnya rakyat banyaklah yang menjadi korban dan mengalami ketidakdilan struktural.
5 tahun terakhir, terjadi 2.288 konflik agraria yang mengakibatkan 1.437 orang mengalami kriminalisasi, 776 orang mengalami penganiayaan, 75 orang tertembak, dan 66 orang tewas. "Mereka adalah korban ketidakadilan struktural, tetapi pemerintah masih berkilah dan memberikan kesan seolah-olah mereka korban konflik horizontal,"
Empat hari lalu (Senin, 4 Oktober 2021) dua orang petani meregang nyawa di perbatasan antara Majalengka dan Indramayu, tepatnya di Desa Kerticala, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. Mereka adalah korban konflik agraria yang ke-sekian. Mereka mati karena memperebutkan lahan tebu PG Jatitujuh. Lahan ini dulunya kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani, dan sesuai ketentuan perundang-undangan, PG Jatitujuh wajib memberikan lahan pengganti. Tetapi lahan pengganti ini tidak pernah diberikan sampai habisnya masa HGU.
Selain kasus Kerticala Indramayu, belakangan ini kehebohan juga terjadi di Desa Bojong Koneng dan Cijayanti, kabupaten Bogor. Warga melawan perusahaan pengembang Sentul City yang mengusir warga karena dianggap telah merampas lahan milik Sentul City.
Kasus Kerticala menunjukkan bahwa konflik agraria sudah sangat membahayakan, di mana masyarakat lebih memilih jalan pintas untuk memperoleh tanah meski nyawa taruhannya. Kasus Sentul City selain memperlihatkan ketidak-adilan dalam penguasaan lahan, juga menegaskan bahwa konflik agraria yang terungkap ke permukaan adalah puncak dari gunung es.
Yang lebih ironis lagi, di masa pandemi ini justru konflik agraria meningkat. Ini karena perusahaan besar memanfaatkan pandemi untuk melakukan ekspansi bisnis di wilayah pedesaan yang kondisinya tidak separah perkotaan. Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa khusus di masa pandemi ini (2020) terjadi peningkatan konflik agraria masing-masing 28 persen di sektor perkebunan dan 100 persen di sektor kehutanan dibandingkan tahun sebelumnya (2019).
Partai Ummat merasa berkewajiban untuk memberi peringatan kepada pemerintah supaya jangan lagi bermain-main atau menganggap sepele konflik agraria yang sangat potensial menyulut kerusuhan sosial. Soal ketidak-adilan ini adalah soal distribusi lahan, bukan soal sertifikasi lahan. Dengan segala hormat, jangan lagi anggap bagi-bagi sertifikat sebagai solusi.
3 (Tiga) Tuntuan Partai Ummat kepada Pemerintah:
1. Agar pemerintah segera membentuk Badan Otorita Reforma Agraria, yang merupakan perintah dari Tap MPR Nomor IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PA dan PSDA).
2. Agar pemerintah segera mengumpulkan data penguasaan agraria yang valid dan terintegrasi.
3. Agar pemerintah segera mewujudkan "Peta Tunggal Agraria" dan road map penyelesaian sengketa agraria.
Sebagai bentuk konkret partisipasi dan peran aktif Partai Ummat dalam upaya penyelesaian konflik agraria, Insya Allah Partai Ummat akan mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Ummat, yang akan:
1. Memberikan bantuan hukum kepada anggota masyarakat yang menjadi korban konflik agraria atau konflik struktural lainnya.
2. Memberikan pendampingan kepada anggota masyarakat untuk mendapatkan sertifikat atau kepastian hukum dari lahan yang sudah digarap dan dikuasainya sangat lama.
Partai Ummat mengajak seluruh komponen masyarakat untuk turut mengawasi pelaksanaan Perpres No. 86/2018 tentang penyelenggaraan Reforma Agraria.