Menolak Relokasi Pasar Pandugo ke Pasar Penjaringan Baru di Surabaya

Menolak Relokasi Pasar Pandugo ke Pasar Penjaringan Baru di Surabaya
Pasar Pandugo yang beroperasi setiap hari pukul 05.00-09.00 WIB berada di Jalan Pandugo Gang II, Kelurahan Penjaringansari, Kecamatan Rungkut Kota Surabaya telah ada sejak tahun 1994 yang berawal dari kumpulan pedagang keliling dan akhirnya menetap/membuat rumah di Jalan Pandugo. Muncul permasalahan ketika tanggal 22 Maret 2018 surat pemberitahuan pertama diberikan kepada pedagang Pasar Pandugo. Permasalahan ini berlanjut pada 23 Juli 2018 untuk kedua kalinya surat pemberitahuan dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya nomor 300/3118/436.7.22/2018 yang ditujukan kepada para pedagang yang berada di sepanjang jalan Pandugo Gg. II. Satpol PP melakukan pemaksaan pemindahan pedagang dengan alasan para pedagang pandugo tidak sesuai dengan peraturan daerah kota Surabaya.
1. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Penggunaan Jalan, khususnya pasal 7 ayat 1 (f) berbunyi “Kecuali atas izin Kepala Daerah, setiap orang atau badan dilarang Menggunakan bahu jalan, Media jalan, jalur pemisah jalan, trotoar dan bangunan perlengkapan lainnya yang tidak sesuai dengan fungsinya” dan Pasal 8;
2. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL), Khususnya Pasal 2 ayat (5), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 10;
3. Peraturan Daerah Nomor.2 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan Ketertian Umum dan Ketentraman Masyarakat, khususnya Pasal 5;
4. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 14 Tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan Perangkat Daerah Kota Surabaya.
Tidak hanya itu, para pedagang dilarang untuk melakukan kegiatan/aktivitas berjualan di sepanjang JL. Pandugo Gang II dan mereka juga diperintahkan segera membongkar atau memindah sendiri barang-barangnya serta ke Pasar Penjaringansari Baru. Pihak Satpol PP Kota Surabaya menyatakan bahwa akan melakukan penindakan jika para pedagang tidak mengindahkan perintah. Adapun kronologi dan kejanggalan yang terjadi.
1. Pasar Penjaringansari Baru untuk relokasi sudah dibangun, tetapi tidak ada komunikasi dan sosialisasi antara pemkot dengan pedagang dipasar Pandugo;
2. Setelah pasar relokasi dibangun, pedagang di pasar Pandugo dipaksa untuk pindah ketempat relokasi. Pemaksaan ini berupa meminta KTP pedagang, sedangkan pedagang tidak tahu tujuan dari pengumpulan KTP tersebut;
3. Pasar relokasi hanya sanggup menampung 48 sedangkan jumlah pedagang di Pasar Pandugo berjumlah 150 tentu ini tidak adil untuk pedagang, bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pedagang, pedagang yang tidak kebagian stand akan kehilangan matapencahariannya;
4. Beberapa pedangan sudah mencoba pindah/berjualan di Pasar Penjaringan Baru mengalami kerugian karena hampir tidak ada masyarakat yang beli ditempat baru tersebut. Keuntungan yang didapat ketika berdagang di Pasar Pandugo ratusan ribu tapi ketika di pasar penjaringansari Baru hanya mendapat puluhan ribu saja;
5. Fasilitas yang ada di pasar baru sangatlah kurang, hanya disediakan stand 1 x 1 meter tentu tidak cukup bagi para pedagang untuk berjualan;
6. Pemerintah kota diskriminatif,dalam artian mereka hanya memperdulikan pedagang yang memiliki KTP Surabaya, padahal tidak semua pedagang memiliki KTP Surabaya;
7. Terjadi intimidasi terhadap para pedagang yang bertahan dipasar. Para aparat menakut-nakuti pedagang maupun pembeli di Pasar Pandugo.
Pada tanggal 24 Juli 2018, kelompok Satpol PP, TNI dan polisi datang ke pasar pandugo untuk melakukan pembersihan atau memberikan perintah kepada pedagang untuk menutup dagagannya dan memaksa pindah ke Pasar Penjaringansari Baru. Akhirnya pada tanggal 25 Maret sejumlah 48 pedagang berihtikad baik pindah ke pasar baru sesuai dengan perintah tetapi para pedagang memberikan syarat bahwa ketika dagangan mereka tidak laku maka mereka akan kembali ke Pasar Pandugo. Setelah berjalan hari ternyata pedagang kecewa dan rugi akhirnya mereka kembali ke Pasar Pandugo.
Para pedagang telah dua kali dipaksa pindah tetapi para pedagang sepakat untuk tetap tinggal di pasar pandugo ini bukan tanpa alasan. Para pedagang mengaku tidak ada sosialisasi sebelumnya mengenai pemindahan pasar Pandugo. Pedagang pasar pandugo berjualan di rumahnya sendiri atau ruko yang mereka sewa bukan pedagang kaki lima yang ada di bahu jalan, Kegiatan jual-beli tidak mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar karena memang bukan di jalan Raya tetapi masuk dalam pemukiman warga, para pedagang tidak ingin dipindahkan karena stand yang terdapat dipasar Penjaringansari Baru hanya terdapat 48 sedangkan jumlah pedagang di Pasar Pandugo berjumlah 150 tentu ini tidak adil. Beberapa pedagang sudah mencoba pindah/berjualan di Pasar Penjaringan Baru mengalami kerugian karena hampir tidak ada masyarakat yang beli di tempat baru tersebut.
Keuntungan yang didapat ketika berdagang di Pasar Pandugo ratusan ribu tapi ketika di pasar Penjaringansari Baru hanya mendapat puluhan ribu saja. Pasar Pandugo adalah bagian penting bagi masyarakat Rw 001 karena perputaran uang berjalan dengan baik, tetap dan pasti, pedagang telah memiliki pelanggan tetap, uang kontribusi dari pasar dapat membantu kegiatan-kegiatan besar masyarakat.
Pada tanggal 2 Agustus 2018 para pedagang Pasar Pandugo beserta Front Mahasiswa Nasional (FMN), Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), paguyuban pedagang Pandugo, dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar sepakat satu suara untuk menolak relokasi Pasar Pandugo ke pasar penjaringan Baru. Selanjutnya pada tanggal 6 Agustus 2018 akan diadakan hearing antara pedagang dan masyarakat Pasar Pandugo dengan DPRD. Kami mengajak mahasiswa dan masyarakat yang peduli terhadap permasalahan ini untuk menandatangani petisi.