Bentuk Satgas Penanganan Kekerasan Seksual di STHB

Bentuk Satgas Penanganan Kekerasan Seksual di STHB

95 telah menandatangani. Mari kita ke 100.
Dimulai
Mempetisi
Lembaga Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Alasan pentingnya petisi ini

Dimulai oleh Lawan KS

Mengapa Harus Mendukung Permendikbud No.30 Tahun 2021?

Permendikbud no 30 adalah regulasi yang melindungi korban kekerasan seksual (anak perempuan, anak laki-laki, perempuan dewasa, laki-laki dewasa) adalah korban yang harus dilindungi karena perbuatan pelaku adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam permendikbud no 30, pemenuhan hak korban adalah hal yang utama. Tujuan dari Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 adalah memberikan pelindungan dari segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual yang ada di perguruan tinggi.

Merujuk pada Pasal 1, definisi kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. Selain berfokus pada kekerasan seksual, permendikbud no 30 juga memprioritaskan hak korban. Perlindungan dan hak korban menjadi prioritas utama dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilaksanakan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, akuntabilitas, independen, kehati-hatian, konsisten, dan jaminan ketidakberulangan.

Angka kekerasan terhadap perempuan yang tertinggi berdasarkan Provinsi berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun ini Grafik 5 menunjukkan bahwa kasus tertinggi DKI (2461 kasus), disusul Jawa Barat (sebanyak 1.011 kasus) lalu Jawa Timur (687 kasus). Kasus di DKI Jakarta mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu ada 2.222 kasus. Komnas Perempuan melihat tingginya angka berkaitan dengan jumlah ketersediaan lembaga pengada layanan (FPL) di Provinsi tersebut serta kualitas dan kapasitas pendokumentasian Lembaga. Sangat mungkin rendahnya angka kekerasan terhadap perempuan di Provinsi tertentu disebabkan ketiadaan lembaga tempat korban melapor atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga yang tersedia, atau rasa tidak aman apabila melapor.

Seberapa urgen situasi kekerasan seksual di kampus?

Merujuk pada survei yang dilakukan Kemendikbud pada 2020, sebanyak 77% dosen di Indonesia mengatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus. Namun, 63% di antaranya tidak melaporkan kejadian itu karena khawatir terhadap stigma negatif. Selain itu, data Komisi Nasional Perempuan menunjukkan terdapat 27% aduan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi, berdasarkan laporan yang dirilis pada Oktober 2020. Menurut Menteri Nadiem, kasus kekerasan seksual yang sejauh ini terungkap di kampus hanya lah "puncak gunung es" dari puluhan ribu, bahkan ratusan ribu kasus yang sebenarnya terjadi. Sementara itu, pihak universitas kerap kali kebingungan menangani laporan kekerasan seksual karena sebelumnya tidak ada aturan dan panduan yang jelas terkait itu. "Ini memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas," kata Nadiem.
Lewat peraturan tersebut, maka kampus wajib membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Kampus sudah seharusnya menjadi ruang aman dan nyaman bagi seluruh bagian sivitas akademika. Permendikbud no 30 adalah regulasi yang melindungi korban kekerasan seksual baik laki-laki atau perempuan adalah korban yang harus dilindungi karena perbuatan pelaku adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kamu bisa berperan dalam mendorong perubahan, cantumkan namamu dalam petisi ini dan berikan kontribusi untuk perjuangan bersama kita!

Ingat jangan berhenti di kamu!

#LawanKS #MulaiBicara

95 telah menandatangani. Mari kita ke 100.