Hentikan Sinetron "Suara Hati Istri"...!!!

Hentikan Sinetron "Suara Hati Istri"...!!!

653 telah menandatangani. Mari kita ke 1.000.
Dengan 1.000 tanda tangan, petisi ini akan lebih mungkin ditampilkan di halaman rekomendasi!
Roger Paulus Silalahi memulai petisi ini kepada Komisi Penyiaran Indonesia dan

Mari tunjukkan kepedulian pada perempuan dan anak Indonesia dengan menandatangani petisi ini.

Indosiar menayangkan sinetron berjudul “Suara Hati Istri” yang Langgengkan dan Monetisasi Praktik Perkawinan Anak*. Sinetron ini bertema Poligami, menceritakan bagaimana seorang anak berusia 17 tahun dinikahi lelaki berusia 39 tahun sebagai istri ketiga. Pemeran istri ketiga (Zahra) adalah aktris yang baru berusia 15 tahun.

Tayangan ini lolos dan tampil di Indosiar, dan merupakan kelalaian Lembaga Sensor Film Indonesia, lolos dari screening Komisi Penyiaran Indonesia, tapi pesan yang dibawa, alur cerita, adegan yang ditampilkan, dan praktek pembuatannya melanggar Undang Undang Negara Republik Indonesia. Sinetron “Suara Hati Istri” telah mempertontonkan jalan cerita, karakter, dan adegan yang mendukung dan melanggengkan praktik perkawinan anak, bahkan kekerasan seksual terhadap anak dengan promosi yang dilakukan melalui kanal Youtube Indosiar, yakni penggunaan judul clickbait pada salah satu episodenya: “Malam Pertama Zahra dan Pak Tirta! Istri Pertama & Kedua Panas? | Mega Series SHI - Zahra Episode 3”.

Usia pernikahan legal di Indonesia adalah 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki sesuai UU Perkawinan No. 16/2019 atas perubahan UU No. 1/1974. Selain itu, UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan usia anak adalah sampai dengan 18 tahun. Oleh karenanya, penayangan sinetron ini telah melanggengkan praktik perkawinan anak yang merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender dan momok bagi banyak anak perempuan di Indonesia.

Tayangan dan promosi dari sinetron ini telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditujukan untuk kegiatan penyelenggaraan penyiaran baik TV maupun radio di Indonesia, utamanya Pasal 14 Ayat 2 mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi “Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.”

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021 mencatat adanya peningkatan ekstrim angka perkawinan hingga 3x lipat pada 2020. Berdasarkan data Badan Pengadilan Agama (BADILAG), dari 23.126 kasus perkawinan anak (dispensasi nikah) di tahun 2019, naik tajam menjadi 64.211 kasus pada 2020. Padahal, perkawinan anak memiliki berdampak buruk pada anak perempuan, baik untuk perkembangan psikis anak, maupun dampak biologis yang bisa mengancam kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

Melihat berbagai fakta dan realita yang dialami korban perkawinan anak, sungguh miris ketika sebuah sinetron yang ditayangkan melalui saluran televisi nasional telah mendukung, melanggengkan, dan bahkan mendapatkan keuntungan (monetisasi) dari isu perkawinan anak alih-alih melakukan hal-hal yang dapat berkontribusi pada penghapusan kekerasan berbasis gender yang satu ini.

Atas situasi penayangan sinetron “Suara Hati Istri” yang mendukung dan melanggengkan praktik perkawinan anak, mari dukung petisi ini untuk:

1. Menghentikan penayangan sinetron "Suara Hati Istri".

2. Mencabut izin produksi sinetron "Suara Hati Istri".

3. Meminta semua lembaga terkait (Lembaga Sensor Film Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia, Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi I DPR, Komisi Perlindungan Anak) untuk dapat lebih serius dalam bekerja dan menjalankan fungsinya dalam mencegah segala hal yang tidak edukatif, melawan undang-undang, dan berpotensi memasukkan faham yang dapat merusak adab generasi muda dan masyarakat, serta berpotensi memicu terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak.

Terima kasih untuk dukungan anda dengan menandatangani petisi ini.

 

653 telah menandatangani. Mari kita ke 1.000.
Dengan 1.000 tanda tangan, petisi ini akan lebih mungkin ditampilkan di halaman rekomendasi!