Aksi demonstrasi bertema #ReformasidiKorupsi adalah fakta yang menandakan bahwa Indonesia sebagai Negara demokrasi masih memiliki masa depan yang cerah. Reformasi 98 memang merupakan akumulasi kemarahan rakyat atas pembelengguan hak-hak rakyat dalam berpartisipasi, bahkan sekedar untuk menyuarakan pendapat.

Tapi perkawinan antara kebebasan dan media komunikasi ternyata memungkinkan munculnya para demagog di panggung politik. Penggunaan Buzzer misalnya dalam memecah masa aksi demonstrasi bertajuk #ReformasidiKorupsi adalah kebiadaban dalam demokrasi. Aksi demonstrasi bagaimanapun adalah bentuk kepedulian masyarakat kepada Negara. Ia adalah partisipasi rakyat untuk menegaskan posisinya dan meminta para wakilnya untuk bersuara dengan suara yang sama dengan mereka.

Tirto pertanggal 02 Oktober 2019 melalui Artikel berjudul "BUZZER dan POLISI DI Pusaran Group WhatsApp STM" mengungkap skema kerja dari buzzer-buzzer. Bahkan kecurigaan publik terhadap institusi Negara dalam penggunaan Buzzer ini untuk menciptakan situasi yang tak baik semakin meningkat dengan munculnya #buzzeRpKebalHukum. 

Sementara di sisi demonstran terjadi penangkapan aktivis seperti Ananda Badudu yang secara terbuka melakukan penggalangan dana dalam rangka mendukung aksi demonstrasi yang sebenarnya sah dan konstitusional. Padahal Ananda melakukan penggalangan dengan web resmi KitaBisa yang bisa diakses siapa saja dan bersifat terbuka .

Buzzer buzzer politik ini adalah sisi gelap demokrasi Indonesia yang harus diungkap dengan sejelas-jelasnya. Reformasi adalah mandat bagi kita untuk menciptakan pemerintahan yang terbuka. Mari bersama-sama mendorong Presiden untuk mengungkap bentuk kriminal apa saja yang dilakukan oleh buzzer-buzzer tersebut. Indonesia tak menginginkan buzzer memegang kendali dan membuat skenario atas Informasi yang seharusnya diterima masyarakat dalam keadaan jernih dan bersih. Buzzer adalah PENGHASUT. 

USUT TUNTAS KEJAHATAN BUZZER. 

#buzzeRpKebalHukum