HENTIKAN JOKI ANAK MATI SIA-SIA DI ARENA PACUAN KUDA, GUBERNUR NTB JANGAN DIAM!

HENTIKAN JOKI ANAK MATI SIA-SIA DI ARENA PACUAN KUDA, GUBERNUR NTB JANGAN DIAM!
Alasan pentingnya petisi ini

HENTIKAN JOKI ANAK MATI SIA-SIA DI ARENA PACUAN KUDA, GUBERNUR NTB JANGAN DIAM!
Maraknya penggunaan Joki Anak (umur 4,5 tahun sampe 11 tahun) dalam latihan dan lomba pacuan kuda tradisional di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terutama di Pulau Sumbawa telah mengakibatkan 2 (dua) anak mati sia-sia yaitu anak MSP (umur 9 tahun) pada 19 Oktober 2019 dan anak MA (umur 6 tahun) pada 6 Maret 2022 keduanya dari Pula Sumbawa Bima NTB, belum lagi jumlah anak yang cacat akibat terjatuh dari kuda.
Keliru bila mengatakan Joki Anak di arena Pacuan Kuda adalah tradisi/budaya, karena di NTB tidak ada catatan sejarah apapun terkait joki anak dalam pacuan kuda tradisonal baik sebelum dan pada saat jaman penjajahan belanda – jepang, tidak ada dalam syair dan tidak ada tuturan yang dikisahkan dalam tembok istana maupun masyarakat dan di Bima tidak ada dalam naskah Bo Sangaji Kai dan naskah Bima lainnya. Melainkan kuda hanya sebagai moda transportasi pengangkutan barang/manusia dan kendaraan perang. Bila menelisik lebih dalam, terkait sejarah awal mula keberadaan pacuan kuda di Bima justru bukan dimulai dari pribumi, tapi bermula pada saat perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina (Ratu Belanda) tahun 1925 yang penunggang kuda/joki adalah orang dewasa.
Penggunaan Joki Anak pertimbangan utamanya adalah kondisi kuda yang apabila jokinya makin kecil dan bertubuh ringan maka kudanya akan bisa berlari lebih kencang, sedangkan terkait keamanan nyawa anak nomor kesekian, hal ini bisa dilihat dari pakaian joki anak hanya bahan kaos, topeng wol, tanpa sepatu, helm seadanya dan kudanya tidak menggunakan pelana sehingga joki anak agar tidak terjatuh hanya perpegangan pada tali dekat mulut kuda serta harus mengendarai kuda semua kelas dari yang kelas paling ringan sampe yang paling berat sehingga tidak heran dalam sehari 1 anak bisa menunggangi sekitar 15 kuda. Mirisnya, hampir semua Joki anak berasal dari keluarga Miskin, sedangkan para pemilik kuda dan penyelenggara pacuan kuda tradisional adalah rata-rata dari kaum elit seperti Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota), Pejabat di Instansi Pemerintah Daerah/Desa, DPRD, Petinggi di Perusahaan Daerah, Pengusaha, anggota TNI/Polri. Joki Anak merupakan bentuk kekerasan terhadap anak (child abuse) atau perlakuan salah sebagaimana yang ditentukan oleh WHO (Organisasi kesehatan dunia) adalah segala bentuk perlakuan buruk secara fisik dan atau mental, kekerasan seksual, pengabaian atau penelantaran atau eksploitasi komersial, atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan bahaya nyata atau potensial bahaya yang mengancam kesehatan, kelangsungan hidup, tumbuh kembang atau martabat anak dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan (UNICEF, 2008).
Selain masalah kekerasan tersebut, hal yang dihadapi Anak yang menjadi joki kuda pacuan adalah : 1)Anak dapat kehilangan hak dasarnya yaitu Pendidikan karena seringkali anak yang mengikuti pacuan terutama di daerah yang jauh dari tempat tinggal dan anak harus tinggal berhari-hari hingga berbulan mengakibatkan anak harus meninggalkan sekolahnya; 2)Membahayakan kesehatan anak, seringkali apabila anak mengikuti kegiatan jauh dari rumahnya maka menginap dengan keadaan seadanya sekitar kandang kuda, tenda atau mobil pick up dan di arena pacuan kuda minim bahkan hampir tidak ada tenaga medis; 3)Terjadi Eksploitasi ekonomi, Joki Anak menjadi tulang punggung keluarga karena tiap anak menunggangi 1 kuda biasanya dibayar Rp.100.000,- atau apabila menang bisa sampe Rp.500.000,- hingga orangtua merasa bergantung; 4)Anak begitu mudah melihat/mengakses hal-hal yang dapat merusak moralnya seperti Judi karena di arena pacuan kuda dari tempat garis star kuda sampai di tribun penonton begitu nampak jelas orang berjudi diantaranya yang memasang taruhan kuda tercepat dan siapapun bisa ikut.
Tahun 2019 ketika kematian joki anak MSP (umur 9 tahun) Koalisi Joki Anak yang terdiri dari 41 (empat puluh satu) organisasi masyarakat sipil dan organisasi mahasiswa se-NTB telah melaporkan Dandim TNI AD 1608/Bima selaku Ketua Panitia Penyelenggara Pacuan Kuda yang mengakibatkan anak tewas atas dugaan tindak pidana eksploitasi anak kepada Komandan Datasemen Polisi Militer IX/2 Mataram dan diproses, namun oleh karena ada permohonan maaf dan pernyataan bahwa Kodim 1608/Bima tidak akan menyelenggarakan pacuan kuda yang menggunakan joki cilik maka koalisi mencabut laporan. Selanjutnya Pemerintah Propinsi NTB melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB mengajak koalisi untuk membahas draft PERGUB tentang Perlindungan Anak Dari Zona Bebas Pekerjaan Terburuk Bagi Anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang juga mengatur mengenai joki anak. Pembahasan draft tersebut juga difasilitasi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), namun sayangnya pembahasan draft PERGUB tersebut tidak dilanjutkan. Pada tanggal 23 Juni 2022 Yan mangandar putra, Joko jumadi, Arya pratama, Deden kempo, Andre safutra dan Muhammad khairul rizal perwakilan Koalisi Stop Joki Anak telah mengajukan Laporan Pidana atas dugaan tindak pidana eksploitasi terhadap anak dan/atau penyediaan tempat perjudian oleh Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) selaku Penyelenggara Event Pacuan Kuda Penyaring Sumbawa Tahun 2022 (side event MXGP). Besar harapan perjuangan melalui Petisi ini, atas dukungan kita semua tidak akan ada lagi Joki Anak di arena pacuan kuda.
Sejak 2019 sampai sekarang Koalisi sudah berupaya maksimal melakukan Advokasi terkait Joki Anak dari mengajukan laporan pidana untuk penyelenggara event pacuan kuda, terlibat aktif dalam pembahasan draft PERGUB, mengadakan diskusi melibatkan Budayawan dan Lembaga pemerintah terkait, melakukan aksi damai depan Kantor Wilayah KEMENKUMHAM NTB, Kantor GUBERNUR NTB dan Kantor DPRD NTB, Investigasi hingga press release beberapa kali yang kemudian Ibu Menteri Kementerian Pemeberdayaan dan Perlindungan Anak (KEMEN PPPA) dan KPAI telah menyatakan Joki Anak adalah Eksploitasi Anak dan mendorong penegakan hukum, kemudian Anggota dan Ketua DPRD NTB telah secara tegas meminta joki anak dihentikan dan terakhir Kantor Wilayah KEMENKUMHAM NTB menyatakan Joki Anak adalah Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Namun sampai hari ini GUBERNUR NTB ‘DIAM’ dan terus membiarkan joki anak bertarung nyawa di punggung kuda yang dapat mengakibatkan anak mati sia-sia di arena pacuan kuda. GUBERNUR NTB selaku Kepala Daerah telah mengabaikan Konstitusi (UUD 1945), Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak yang seharusnya Wajib menjamin 1) setiap anak untuk hidup dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan; dan 2) mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak menempatkan anak dalam keadaan berbahaya dan penelantaran atau perlakukan salah (ekploitasi).
TUNTUTAN:
1) Hentikan eksploitasi penggunaan Joki Anak dalam pacuan kuda tradisional di seluruh wilayah NTB;
2) Mendesak Menteri KEMEN PPPA mencabut Penghargaan dan tidak melakukan penilaian Kota Layak Anak (KLA) terhadap Kota/Kabupaten yang masih menggunakan Joki Anak dalam pacuan kuda tradisional;
3) Mendesak Gubernur NTB segera menerbitkan aturan baik PERGUB atau lainnya yang mengatur secara tegas pelarangan penggunaan joki Anak dalam pacuan kuda tradisional di NTB;
4) Meminta KOMNAS HAM dan KPAI untuk merekomendasikan bahwa pacuan kuda tradisional yang melibatkan Joki Anak adalah Pelanggaran HAM adalah Pelanggaran Hak Asasi Manusia;
5) Penghentian sementara segala proses rencana pembangunan arena pacuan kuda berstandar nasional/internasional di Kabupaten Dompu sampai dengan diterbitkannya aturan pelarangan penggunaan joki anak dalam pacuan kuda oleh Gubernur NTB;
6) Pemberian Beasiswa Pendidikan hingga Perguruan Tinggi dari Gubernur NTB kepada salah satu perwakilan keluarga anak (Alm) MSP dan anak (Alm) MA;
7) Meminta kepada KAPOLRI Cq. KAPOLDA NTB untuk memproses secara profesional dan terbuka laporan pidana Yan Mangandar Putra, DKK tanggal 23 Juni 2022 terhadap Penyelenggara Pacuan Kuda Penyaring Sumbawa Tahun 2022 (side event MXGP) yang diduga telah melakukan tindak pidana eksploitasi terhadap anak dan/atau penyediaan tempat perjudian.
Mataram, 10 Juli 2022
KOALISI #STOPJOKIANAK
(Gabungan 41 Organisasi Masyarakat Sipil dan Organisasi Mahasiswa)
IKATAN MAHASISWA HUKUM NGGAHI RAWI PAHU (IMAHUNGGARAPA), FORUM MAHASISWA HUKUM SUMBAWA (FMHS), DEWAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAK SYARIAH UIN MATARAM, PKBH UIN MATARAM, PUSAT BANTUAN HUKUM MANGANDAR (PBHM), RELAWAN SAHABAT ANAK, PBH BURUH MIGRAN, LPA NTB, INSPIRASI NTB, LPA KOTA MATARAM, LPA KOTA BIMA, P2TP2A KOTA BIMA, LPA DOMPU, LPA SUMBAWA, LPA KABUPATEN BIMA, YAYASAN BINA CEMPE, BKBH FH UNRAM, SRIKANDI DEMOKRASI INDONESIA NTB, PSPAD FH UNRAM, YAYASAN TUNAS ALAM INDONESIA NTB, SOBAT NTB, GAGAS NTB, LPA LOMBOK UTARA, LPA LOMBOK TIMUR, LPA LOMBOK TENGAH, AKSI PEREMPUAN INDONESIA KARTINI, LARD NTB, LMND NTB, LBH APIK NTB, HIMPUNAN ADVOKAT MUDA INDONESIA (HAMI) NTB, PKBI NTB, POS BANTUAN HUKUM ADVOKAT INDONESIA (POSBAKUMADIN) DOMPU, LKBH UNIVERSITAS SAWAMA, POSBAKUMADIN PA BIMA, LA RIMPU, KALIKUMA, IKATAN MAHASISWA BELO MATARAM, LBH PELANGI, KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) NTB, FORUM JURNALIS PEREMPUAN INDONESIA (FJPI) NTB, IKATAN PEJALAR MAHASISWA KEMPO
Narahubung: 0878 6542 0191 (Adre) 0823 4111 1607 (Arya)