Cegah Kekerasan Seksual dan Pentingnya Regulasi terhadap Kesetaraan Gender

Cegah Kekerasan Seksual dan Pentingnya Regulasi terhadap Kesetaraan Gender
Alasan pentingnya petisi ini
Tak dapat dipungkiri bahwa maraknya kasus kekerasan seksual bukanlah suatu problematika yang terdengar biasa yang tentunya bisa terjadi dimana saja. Memang kekerasan tidak memandang baik itu laki-laki maupun perempuan, tetapi teruntuk kasus kekerasan seksual ini didominasi oleh perempuan sebagai korban. Mengenai kekerasan terhadap perempuan ini, World Health Organization (WHO) dalam penelitian mengenai prevalensi kekerasan terhadap perempuan secara global dan regional, menyatakan bahwa kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan telah mencapai tingkat epidemi, dan mempengaruhi lebih dari sepertiga perempuan secara global. Berdasarkan catatan tahunan KOMNAS Perempuan tahun 2021 menyatakan bahwa kekerasan seksual masih menempati posisi pertama, perbedaan-nya adalah jika tahun lalu perkosaan menempati urutan pertama. Tahun 2020, kasus kekerasan seksual lain ada di urutan pertama dengan 371 kasus, diikuti oleh perkosaan (229 kasus), pelecehan seksual (181 kasus) dan pencabulan (166 kasus).
Perlu disadari bahwa terdapat kerugian terhadap fisik maupun mental terhadap korban kekerasan seksual yang tidak bersifat sementara melainkan dalam jangka waktu yang lama, bahkan bisa seumur hidup. Banyak para korban yang memilih diam bukan karena tidak mempunyai pilihan, melainkan rasa malu sebab dirasa bahwa hal tersebut adalah sebuah aib serta rasa takut jika tidak dipercayai dan tidak adanya pembelaan terhadap dirinya, bahkan jika tidak ada dorongan kuat dalam diri korban untuk melanjutkan hidup bisa saja korban memilih untuk mengakhiri hidupnya. Rasanya sangat miris membayangkannya padahal korban sangat membutuhkan support, akan tetapi akibat diamnya korban membuat orang menganggap bahwa tidak terjadi apa-apa dan juga hal seperti kekerasan seksual ini semakin menjadi-jadi.
Psikolog Yayasan Pulih, Ika Putri Dewi mengatakan bahwa kesemuanya itu berkorelasi dengan akar permasalahan kekerasan berbasis gender yaitu budaya patriarki, ketidaksetaraan gender, penyalahgunaan relasi kuasa, serta minimnya perspektif HAM dan perspektif gender (Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/394395/kekerasan-seksual-pada-perempuan-mengapa-korban-pilih-diam). Hal tersebut tentunya perlu disadari lebih dalam karena mengakibatkan akses perempuan dalam segala aspek menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagian laki-laki menganggap bahwa kekuasaan dan kekerasan merupakan bentuk kemampuan dalam mendominasi dan mengendalikan orang lain. Dari sini terlihat bahwa kekuasaan yang rasanya dimiliki laki-laki telah mengarah pada suatu kebebasan yang wajar.
Akan tetapi, budaya patriarki serta fakta tidak adanya kesetaraan gender yang telah melekat di masyarakat memang sulit untuk mencegah tidak terjadinya kekerasan seksual. Maka dari itu, perlu adanya kesadaran dan pemahaman dari berbagai pihak, baik itu individu, masyarakat, dan negara untuk mendobrak budaya patriarki dan ketidaksetaraan gender ini yang merupakan salah satu kunci pencegahan kekerasan seksual. Berawal dari kesadaran akan merujuk pada kewaspadaan dan antisipasi serta tentunya akan menciptakan suatu bentuk boy support girl begitupun sebaliknya.
sumber ilustrasi gambar : https://koran.tempo.co/read/topik/434965/korban-kekerasan-seksual-bercerita