Batasi PJJ Daring dan Segera Buat Kurikulum Adaptif Masa Pandemi

Batasi PJJ Daring dan Segera Buat Kurikulum Adaptif Masa Pandemi

PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang diselenggarakan sejak Maret 2020, membawa banyak masalah. Setelah sekian lama dilaksanakan, tidak kelihatan ada satu arah, mau ke mana pendidikan anak-anak kita dibawa melewati pandemi ini.
1. Materi (Kurikulum) tidak Berubah
Tidak ada penyesuaian Kurikulum selama PJJ, sehingga capaian yang ditargetkan juga ditengarai tidak berubah.
Kurikulum selama masa pandemi harus disederhanakan, baik untuk masa PJJ (masa belajar dari rumah) maupun ketika sekolah boleh dibuka secara terbatas. Dengan cara berkomunikasi yang sangat terbatas, PJJ seharusnya dijalankan dengan muatan yang dipangkas paling tidak separuhnya. Ketika sekolah boleh dibuka di masa pandemi, beban kurikulum juga harus disederhanakan.
2. Siswa, Guru dan Orangtua Kebingungan
Selama ini, sebelum pandemi Covid-19, siswa di Indonesia belajar secara pasif dan metode pembelajarannya “berorientasi guru”. Ketika pandemi merebak, siswa dipaksa belajar jarak jauh. PJJ hanya bisa efektif bila siswa memiliki kemampuan belajar mandiri dan guru memiliki kemampuan merancang pembelajaran “berorientasi siswa”. Karena sebagian besar siswa kita belum pernah dilatih untuk menjadi pembelajar mandiri dan guru tidak dilatih untuk merancang pembelajaran berorientasi siswa, maka PJJ sudah dapat dipastikan tidak akan efektif.
PJJ membuat siswa kebingungan. Dari jenjang PAUD sampai SMA, beban kurikulum yang tidak berubah dan metoda daring telah menekan anak-anak secara psikis.
Guru ditengarai harus mengejar target kurikulum dengan berbagai cara. Keterbatasan guru menerapkan kurikulum dalam PJJ memberi tekanan yang lebih berat ke anak-anak.
Orang tua pun mendadak mendapat beban tambahan yang tak kalah berat. Anak-anak tidak mendapat bimbingan/pengawasan yang memadai selama PJJ.
Dengan keadaan ini, bisa dibayangkan berapa besar pemborosan yang harus dibayar dan kesia-siaan karena demikian kecil materi kurikulum yang dapat diserap oleh anak, sementara demikian besar biaya dan pengorbanan yang harus dibayar.
3. Salah Kaprah Belajar Daring
PJJ di(salah)pahami sebagai belajar daring (online) menggunakan internet. Keberhasilan PJJ diukur dengan: (1) Ketersediaan dan kualitas jaringan, (2) Kemampuan membayar akses internet, (3) Kemampuan menyediakan gawai yang memadai. Sungguh suatu pemahaman yang luar biasa ngawur.
Aktivitas daring juga membuka tabir perlindungan anak terhadap paparan gawai. Suatu bahaya yang luar biasa besar. Tak heran, di banyak negeri maju, belajar dari rumah tetap dilaksanakan luring, tanpa internet, atau kalaupun harus daring, dilakukan dengan sangat terbatas.
=====
Sampai saat ini, pemerintah sangat lamban memberi arahan. Penerapan belajar-mengajar di lapangan betul-betul menggunakan prinsip “merdeka belajar”, dalam arti dilaksanakan sebebas-bebasnya dengan cara semau-maunya.
Pemerintah lupa bahwa tanpa “jarak jauh’ pun, pelaksanaan pembelajaran di Indonesia sangat bermasalah.
PJJ hendaknya disikapi dengan sangat hati-hati, karena alih-alih berdampak pada kemajuan, PJJ berpeluang besar menjadi masalah baru yang akan menyeret mundur kualitas pendidikan di Indonesia.
=====
Tuntutan:
1. Penggunaan PJJ secara daring harus dibatasi, dikurangi sebanyak mungkin, bahkan kalau bisa dihilangkan. Sedapat mungkin materi belajar diberikan secara fisik. Pemerintah harus menghentikan paparan gawai secara masif terhadap anak-anak.
2. Segera dibuat kurikulum adaptif masa pandemi yang berlaku nasional dan serinci mungkin, sehingga penyimpangan pelaksanaan di lapangan dapat dikurangi. Kurikulum adaptif ini harus dibuat skala prioritasnya. Kami usulkan prioritas berikut:
a. Mengedepankan pendidikan adab dan akhlak (karakter).
b. Bertumpu pada kegiatan keseharian di rumah, mendorong pengembangan “life skills”, melibatkan keluarga yang ada di rumah, dan memanfaatkan alam sekitar mereka sebagai laboratorium alami.
c. Menekankan pada literasi fisik, mengarahkan anak untuk membaca buku sastra untuk meningkatkan rendahnya tingkat literasi anak Indonesia saat ini.
d. Memerhatikan hak anak untuk belajar dengan menyenangkan.
Termasuk dalam kurikulum adaptif ini adalah adanya panduan (manual) unsur-unsur penting pembelajaran yang mudah dipahami oleh guru dan orang tua.
3. Sampai kurikulum adaptif masa pandemi selesai dibuat, seluruh kegiatan pembelajaran harus dilambatkan (slow down), atau kalau perlu dihentikan. Kegiatan belajar mengajar seperti saat ini, makin diteruskan, hanya menambah kemudharatan.
Masyarakat Peduli Pendidikan di Masa Pandemi